Sebuah Refleksi Awal Tahun


Tahun 2020 yang seolah berlalu begitu saja menjadikan aku belajar mengelola target. Ini terlihat dari deretan resolusi untuk tahun berikutnya yang mungkin tidak sefantastis sebelumnya.

Tentu, salah satu hasil berkaca lewat peristiwa-peristiwa di tahun 2020.

Di akhir tahun 2019 tepatnya bulan Oktober, aku belajar keuangan di sebuah lembaga perencanaan keuangan independen.

Nggak nyangka, tak berapa lama aku disambut dengan 2020 yang penuh ketidakpastian. Mau tidak mau langsung praktek ilmu yg dikasih para pengajar. Lalu, satu tahun berlalu. Berasa?

Tantangan apa saja sih yang aku rasakan setelah 'terpaksa' hemat?

Perasaan yang Harus Dilalui Ketika Terpaksa Berhemat


"Sakaw"


Ada perasaan ingin tapi nggak bisa. Ingin jajan, tergiur diskon tapi diriku aku paksa untuk tidak mengikutinya.

Sebenarnya boleh-boleh saja kalau harus melanggarnya. Lagian nggak ada yg tahu. Nggak bakal kena omel. Tapi artinya, aku tidak naik kelas dong.

Aku tidak mau seperti berjalan di dalam labirin. Rasanya bergerak tapi nggak kemana-mana.

Apalagi setelah punya anak, waktu cepat sekali berlalu. Aku tidak ingin hidup dalam penyesalan begitu menyadari kebutuhan makin menggunung.

Perasaan 'tertekan tersebut' berhasil aku lalui. Alhasil aku menjadi seseorang yang bodo amat ketika melihat diskon. 

Alhamdulillah itu yang aku harapkan. Tak lagi menjadi budak diskon.

Mantra, 'Ahh besok lain kali juga ada diskon. Ahh kalau saat ini aku ngirit dan cukup, Insya Allah ada masanya mau belanja nggak perlu menunggu diskon.' 

Bahagia, tapi ada bagian dari diriku sebagai manusia biasa yang aku acuhkan. Yaitu ibarat orang berpuasa tanpa niat yang tepat, berubah rakus ketika waktu berbuka sudah tiba.

Yap, aku tipe orang yang easy going 🤣 Ehm, maksudnya, bisa diajak susah saat keadaan sulit, tapi kalau lagi ada duit misal pas gajian yaudah mendadak hedon.

Di sini aku mulai memahami makna, 'perencanaan keuangan bukan melarang kita membeli semua hal yang kita suka. Perencanaan keuangan itu membeli dengan rencana, membeli dengan perhitungan. Boleh kok beli apapun bahkan barang tak berfaedah sekalipun, asal ada uangnya, asal sesuai anggaran, kebutuhan pokok lain sudah terpenuhi.'

(Tapi kebanyakan akan muncul rasa eman kalau sembarang mengeluarkan uang)


Lebih Menghargai Kehadiran Barang di Sekitarku


Salah satu godaan terbesar adalah ketika produk yang aku sukai sedang memasang diskon.

Uniknya setelah aku beli-beli sesuatu yang tidak terlalu urgent, tidak bermanfaat, hanya silau karena kilau diskon, ujungnya pasti zonk. Selalu begitu!

Aku sering sekali merasa bosan. Aku pikir salah satu pelampiasannya adalah belanja.

Pikiran 'coba kalau' selalu menghantui. Coba kalau di rumah punya ini.. pasti aku bisa begini, nggak bakal bosan. Akhirnya aku membeli barang tersebut meski tidak ada dalam anggaran.

Iya zonk.

Apakah ini cara Allah SWT menegurku?

Berulang kali mengalami pola yang sama bikin aku kapok. Alhamdulillah sih, setiap barang yang aku beli memang sedang butuh. Kalaupun tidak, nominalnya memang ada di anggaran.


Rasanya Lebih Tenang


Hari ini kita mati-matian mencari rejeki. Tapi setelah mendapatkan hasilnya, sebagian ditabung, sebagian untuk kebutuhan. Budget membeli hal-hal yang bersifat kesenangan sementara ditiadakan.

Apa aku tidak menikmati hidup? Apa aku tidak live in the moment.

Iya uang yang aku dapat salah satunya aku simpan untuk persiapan sekolah anakku. Tapi menurutku bukan berarti aku tidak menikmati hidup sih.

Hanya saja ada ketenangan yang aku rasakan dengan pola seperti ini. Wqwq.. Bahagia itu sederhana. Iya, pepatah ini buat aku. Kalau ada yang bahagia harus dengan cara yang mewah ya tidak apa-apa.

Jadi daripada menghadiahi diri sendiri dengan hal-hal berbau hedonisme yang pada kasusku berakhir penyesalan aku akan memilih sesuatu yang low budget aja tapi berdampak besar dan kurasa yang paling aku butuhkan saat ini.

Salah satunya adalah olahraga dan belajar memiliki gaya hidup yang lebih sehat.

Selama beberapa tahun belakangan aku jor-joran banget. Ritme 'belum sempat tidur, udah ganti hari,' sering sekali aku alami.

Terlebih pada awal-awal blogging, anakku sedang masa sapih. Jadi setiap jam 1 malam aku selalu terbangun untuk menidurkannya lagi. Wah, padahal baru merem satu jam sebelumnya lho. Tahu nggak buat apa? Buat menyempatkan update blog yang belum menjanjikan uang. 😁

Nah, berhubung sekarang ini ritmenya sudah mulai teratur. Anakku juga sudah tambah besar, aku ingin lebih memperhatikan diriku.

Ya itu, memaksimalkan jam tidur dengan mengurangi begadang. Olahraga dan lebih memperhatikan apa yang aku makan.

Enggak langsung heboh sih, takutnya cuma bertahan sebentar. Step by step aja kok.

Manfaat Olahraga yang Aku Rasakan


Siklus menstruasi lancar


Aku merasa siklus menstruasiku lebih lancar jika aku rutin menggerakkan tubuhku. Entah dengan jalan kaki 45 menit atau nyepeda 30 menit.

Aku sudah merasakannya lho.

Aku masih jauh dari sempurna untuk gaya hidup yang satu ini. Untuk mengakalinya aku berusaha sekali untuk mengawali hari dengan air putih, makan buah sebelum makan nasi atau minum rimpang.

Soal nasi Padang atau mi ayam bakso, aku masih makan kok. Tapi aku pilih siang hari. Soal sayuran, aku juga tidak terlalu hobi makan sayuran. Enggak semua sayuran bisa diterima lidahku. Jadi, aku fokus sama yang enak-enak aja lah, misal selada, sawi, buncis. Semoga nanti lidahku terbiasa dan sanggup mengunyah segala jenis sayur ya. Sama seperti ketika lidah ini mulai terbiasa minum yang hambar.

Tantangan yang dihadapi


  • Ajakan suami makan di luar
  • Budget untuk membeli penyedap versi sehat, misal madu untuk mengganti gula, siratake, oat, beras merah dlsb. Soalnya di rumah, suami masih makan biasa sih.

Semoga aku bisa bertahan ya, ya karena manusia memang tempatnya plin-plan 😅

Posting Komentar untuk "Sebuah Refleksi Awal Tahun"