Ketika Hidup Termonetisasi


Sudah seminggu ini anak saya hobi banget numpang mandi di rumah tetangga. Ada yang bilang sebabnya karena kamar mandi milik tetangga lebih cantik. Tapi menurut saya sih, gara-gara kamar mandi itu dilengkapi shower sehingga mereka bisa berlagak main hujan-hujanan.

Tidak ada yang keberatan termasuk dengan si empunya rumah.

Cuma saya sendiri nih yang rasanya kok perkewuh.

Nggak lama, kebetulan banget kamar mandi di rumah akan direnovasi. Nggak mau menyia-nyiakan kesempatan, saya ajukan proposal ke si bapak. Disetujui. Akhirnya kamar mandi rumah dilengkapi dengan shower.

Baca juga : Impian-impian Setelah Menikah (Perjuangan Memiliki Rumah)

Anak saya girang dong. Pulang sekolah ia langsung mandi mencoba shower baru.
Tapi hal ini nggak bertahan lama, cuma sehari dua hari. Selebihnya? Ya balik lagi numpang mandi di rumah tetangga.

Hingga beberapa bulan kemudian (tepatnya ketika social distacing mulai diterapkan) saya baru sadar. Ternyata selama ini mereka bahagia bukan karena barang bagus atau fasilitas mewah. Mereka bahagia karena menikmati sebuah momen kebersamaan yang menggembirakan. Bisa tertawa keras-keras. Jingkrak-jingkrak. Meluapkan kebahagiaan. Bebas. Seru.

Ah, jadi ingat dengan diri saya. Sudah selama ini saya tidak menikmati momen. Banyak hal yang selama ini saya kerjakan tidak lagi berdasar 'agar bahagia' tapi lebih sering 'biar rekening keisi.' Astaga 🤣

Tidak hanya medsos/blog, hidup juga ikut saya monetisasi.

Benar ya, sesederhana apapun kejadian itu, semua membawa pesan masing-masing.

Posting Komentar untuk "Ketika Hidup Termonetisasi"