Menjadi Pelit


Dulu saya kerap menganggap 'yaelah segitu doang,' pada ibu-ibu yang terlalu cermat dalam membelanjakan uang.

Ya, gimana, demi menghemat uang 500 sampai 1000 rupiah, mereka rela untuk belanja di tempat yang lebih jauh, ramai, antri, desak-desakan, panas. Mereka bahkan rela berangkat lebih pagi untuk mendapat sayur bagus plus murah.

Eh, kuwalat ya. Setelah jadi ibu saya kok menjadi seperti mereka. Menjelma menjadi sosok yang agar-mudah-disebut-katakanlah perhitungan. Setiap ada rencana untuk belanja, tetap sebisa mungkin cari yang free ongkir, mencari diskon yang paling gede, yang tokonya paling deket dari rumah endebrei 🤣 Pokoknya best deal. Nggak mau rugi!

Apa sih yang membuat saya 'pelit?'

Yang pasti karena saya sadar setelah memiliki anak ada banyak kebutuhan yang menyertai. Mau tak mau. Suka tidak suka. Itulah bentuk tanggung jawab : memenuhi kebutuhan anak dengan sebaik mungkin.

Menyandang gelar sebagai orang tua, membuat saya pun memiliki sederet mimpi baru. Semakin banyak prioritas. Impian saya, seenggaknya menjadikan anak saya seseorang yang lebih baik dibanding orang tuanya.

Dan itu tidak gratis. Tetap butuh nominal.

Saya sadar. Raga ini semakin tua. Biar kata bukan orang yang bergelimang harta, tapi mau banget menjalani pensiun dengan nyaman. Hanya menikmati hidup, melakukan impian yang sempat tertunda, bekerja hanya karena hobi dan bukan disebabkan tuntutan perut apalagi setoran.

Pingin banget. Semoga diberi kesempatan.

Lagi-lagi, ini nggak gratis. Butuh diperjuangkan.

Dengan penghasilan kami yang segitu-gitu aja tapi Alhamdulillah, untuk memenuhi kebutuhan segede gunung.

Sebagai orang biasa aja maka tak ada pilihan lain selain berhemat.

Ibu-ibu kayak gitu juga kan, kan, kan?

Nah, kebetulan, sudah beberapa bulan ini saya memaksa diri menurunkan biaya lifestyle. Eh, ini ditambah musim Corona. Jadi ya, seperti tidak punya alasan untuk nggak meneruskannya.

Menurunkan gaya hidup adalah pilihan selanjutnya setelah berusaha mencari penghasilan tambahan.

Ehm, tapi ada satu hal yang sampai detik ini saya sesali. Jujur, sering rasanya ingin kembali ke masa single atau minimal manten baru. Bukan karena lelah. Tetapi saya hanya ingin lebih bijak dalam membelanjakan uang.

Beruntung kesempatan ke-2 diberikan Tuhan melalui dikirimnya seorang makhluk mungil untuk saya. Alasan ini yang membuat saya ingin menjadi lebih baik. Semoga dia tidak mengulang kesalahan orang tuanya ya. Aamiin.

4 komentar untuk "Menjadi Pelit"

Comment Author Avatar
tapi mbak krn WFH atau dirumah aja skg malah pengeluaran tambah banyak, extra beli vitamin, buah-buahan dan lainnya.
Comment Author Avatar
Begitulah kak, semua tetap kena imbas. Anggaran saya bulan ini pun membengkak. Tapi tetep ya dihemat apa yang bisa dihemat, bisa disesuaikan dg kondisi masing2.
Comment Author Avatar
Saya sih YES. Hahahaha. Padahal dulu waktu masih single saya termasuk perempuan super borossss. Abis gajian ke mall, beli baju baru tiap bulan, minimal selembar. Begitu nikah masih santai. Begitu punya anak, langsung mikir aduhaiiiiii gak mungkin hidup begini terus. Langsung deh jadi ibu yg efisien. Hihihi. Saya sebetulnya kurang nyaman sih dengan istilah ibu pelit. Kalo ibu pelit, itu pelit ke semua. Tapi kalo ibu efisien, dia bisa memilah mana yg butuh, mana yg sebatas ingin. Tetap semangat Mba Tamiiiii.
Comment Author Avatar
Iya mba Mutia, efisien maksudnya. Bisa memilih prioritas. Nah, makanya kata pelit saya kasih tanda kutip ahahaaa. Semangat juga Maetami ihihii