Sebuah Kisah tentang Sebuah Permen



Tulisan ini masih ada hubungannya dengan idealisme saya sebagai ibu baru. Hehe.. intinya mah saya akan sering sekali curhat tentangnya. Saya memang masih minim pengalaman sebagai ibu jadi apa yang saya praktekkan banyak yang teori banget. Kurang luwes gitu..

Jadi kalau boleh saran, untuk setiap perempuan yang sedang hamil atau baru saja menyandang status ibu (dan merasa enggak punya ilmu membersamai anak) yuk ahh mari perbanyak isi kepala dengan ilmu. Dan dalam prakteknya harus rajin-rajin di-review yaa ahahaaa.. Seperti sebuah pepatah klasik, teori mah gampang prakteknya yang susah.

Terutama kalau ilmu yang dipraktekkan kok ya terasa gagal. Percayalah setiap anak tuh punya karakter yang berbeda. Butuh tarik ulur yang berbeda juga. Nah, agar tidak terlena dengan pendapat bahwa setiap anak berbeda, kita butuh rambu-rambu yang bernama ilmu. Ehehee.. Semoga tak terkesan menggurui ya bu.

Sebuah Kisah Tentang Sebuah Permen

Ini merupakan salah satu kisah tentang perasaan saya yang gemeees karena saat itu nenek anak saya memberikan permen kepadanya tanpa seijin saya.

Dan lagi-lagi, kisah ini mengandung benang merah berupa TIDAK USAH MENYESALI APA YANG SUDAH TERJADI, FOKUS SAJA DENGAN HAL BAIK APA YANG BISA KITA LAKUKAN TERHADAPNYA.

Persis seperti perkiraan, memberikan permen  kepada anak di usianya yang masih dini bisa membuatnya ketagihan. Hahahah... Saya memang gemes banget. Rasanya kecolongan dan merasa nggak dihargai, tsaah. Tapi saya percaya kok, apapun yang dilakukan oleh seorang nenek ya karena beliau sayang. Atas dasar rasa itu. Tapi sayangnya hal tersebut kerap bertabrakan dengan prinsip kita dalam mendidik anak.

Akhirnya, ya udahlah, anaknya sudah terlanjur suka gitu, saat itu saya mikirnya seperti itu. Toh selama makan permen, mulut saya tetap sibuk menyertakan T&C kepada anak  (Yes, kamu boleh makan permen tapi syarat dan ketentuan berlaku yaa).

Hikmah yang saya dapat dari kejadian gemas ini terjadi pada suatu ketika saat anak sedang sakit. Dan waow ia berhasil menghabiskan antibiotik yang diresepkan dokternya (yess dengan bantuan si permen tentunya).

Jadi kalau mungkin ada ibu-ibu yang sempat punya kasus mirip-mirip dengan saya, rasa dongkol, rasa gemes, rasa ihhh, yakin saja deh bahwa apa yang dilakukan nenek adalah salah satu bentuk kasih sayang beliau terhadap cucu.

Kejadian ini sekaligus memberikan warning pada saya supaya enggak sotoy (merasa sudah berpengalaman) karena melanggar privasi orang tanpa ijin terlebih dulu. 


Btw, judulnya bikin geli ya hahaaha

Posting Komentar untuk "Sebuah Kisah tentang Sebuah Permen"